Renungan Tentang Kepedulian Kita

 
 

Sobat, saya punya sebuah cerita, suatu ketika di salah satu simpang empat lampu merah Kota Bengkulu ada seorang perempuan pengendara motor tiba-tiba terjatuh tepat ditengah jalan. Motornya menggelosor di aspal dan si pengendara tergeletak tak jauh di belakangnya. Untung kendaraan lain tidak melaju kencang, beberapa mobil dan motor langsung mengerem berhenti tepat di depannya.

Beberapa saat berlalu namun belum ada satupun orang yang saat itu melihatnya bergerak menolong, bahkan beberapa pengendara mobil yang berhenti tepat di depannya tidak kunjung keluar, kendaraan dari berbagai jurusan mendesak. Seseorang tergelat di tengah jalan tak mampu bangkit dengan motor terguling disampingnya seperti tontonan di tengah persimpangan lampu merah. Pengendara tak ada yang turun.

Saya tiba-tiba tersadar, kenapa menunggu orang lain? Saya langsung bergerak dan langsung memarkir kendaraan dipinggir jalan, beberapa pengendara motor lain tampak berlari duluan ke tengah lampu merah menolong perempuan yang tergeletak ini. Korban jatuh inipun dibantu bersama-sama menepi dan duduk ditrotoar, motornya dibawa menepi. Orang-orang menggeremang, "kenapa orang-orang di mobil yang tepat di depan korban tidak ada yang turun menolong?

Saya menarik nafas dalam, tadi sayapun beberapa detik sempat menunggu orang lain bergerak, mungkin inipula yang ada dibenak pengendara lain, "Ayo mana? Tolong orang yang jatuh itu.." suara hati itu ditujukan untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri.

Nah sobat, melalui cerita ini saya ingin mengambil pelajaran untuk kita semua bahwa bisa jadi rasa sensitif kita untuk peduli kepada orang lain sudah semakin berkurang atau bahkan sudah semakin menipis. Rasa peduli untuk menolong sesama timbul dari rasa nurani dijiwa kita yang terpanggil, panggilan jiwa itu yang menggerakkan kita untuk bergerak, jika kita tidak bergerak berarti panggilan jiwa kita sudah mulai melemah.

Dalam kasus cerita diatas, beberapa saat orang-orang menunggu orang lain bergerak menolong, saling tunggu-menunggu terjadi beberapa saat. Padahal korban jatuh sudah tergeletak tak mampu bangkit disaksikan oleh puluhan pasang mata tepat didepannya. Ini bisa jadi salah satu indikasi penggilan jiwa kita melemah, kita cenderung mengharapkan orang lain saja yang bergerak menolong. Pandangan mata kita tertuju kepada orang lain, bukan kepada diri kita sendiri. Yang muncul pertanyaan, "kenapa tidak ada orang yang menolong?" bukan pertanyaan, "kenapa bukan aku yang datang menolong?"

Jika semua kita berfikir dan mengandalkan orang lain dalam urusan kepedulian dan tolong menolong seperti ini, maka akibatnya bisa fatal. Dalam kasus cerita diatas bisa jadi akan ada kendaraan yang baru datang dan tidak tahu ada korban jatuh tiba-tiba melindas korban itu. Ungkapan "sebaiknya kamu yang melakukan" bisa menjadi racun mematikan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan kita. Sikap peduli sesama dan tolong menolong serta gotong royong akan lenyap dari kebiasaan kita.

Jika telah terjadi demikian, maka kita akan menjadi masyarakat dan bangsa yang lemah, yang akan mudah dipecah karena telah hilang kepedulian, karena sesungguhnya persatuan dan kekuatan kita berawal dari rasa kepedulian terhadap sesama. Bagaimana kita akan bersatu sedangan kita tidak peduli dengan orang lain, bagaimana kita bisa kuat jika kita tidak memiliki kekuatan persatuan.

Sobat, ini harus kita sadari dan harus kita perbaiki. Kita tinjau ulang perasaan-perasaan yang ada dalam jiwa dan hati kita, apakah respon-respon kita pada hal-hal sosial sudah mulai melemah? Apakah kita sering berfikir dan mengharapkan orang lain saja yang melakukan terlebih dahulu? Apakah kita mengandalkan orang lain dalam hal-hal seperti ini? Atau bahkan kita malah merasa hal-hal seperti itu bukanlah urusan kita tapi urusan orang lain atau pihak yang berwenang?

Sikap individualistik memang dewasa ini semakin tinggi. Khususnya orang-orang yang tinggal di kota sudah semakin individual, mementingkan urusan diri sendiri. Fenomena tetangga yang tidak mengenal tetangga disebelah rumahnya sudah bukan hal baru di kehidupan penduduk kota di sekitar kita. Rasa kepedulian sosial telah melemah.

Nah sobat, sekali lagi mari kita perbaiki rasa kepedulian kita. Jangan sampai kita sudah tidak peduli lagi antar satu sama lain. Jangan sampai kita terjebak pada urusan untung rugi dalam melakukan tindakan. Perbaiki perasaan dan hati kita, buang jauh-jauh berasaan terkotak-kotak dalam benak kita. Hilangkan sekat dan pembatas yang bisa membuat kita hilang rasa kepedulian. Mari saling kenal mengenal, mari tingkatkan kepedulian sosial, mari kita gunakan segala sarana untuk kita bisa semakin peduli sesama.



Renungan Tentang Kepedulian Kita Renungan Tentang Kepedulian Kita Reviewed by Beni Sumarlin on 11.07.00 Rating: 5

2 komentar:

  1. Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan. Salah satu definisi karakter/ akhlak adalah sikap yang keluar secara spontan tanpa pikir panjang.

    Semoga kita bisa mencontohnya.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.